Minggu, 20 Oktober 2013

Pemilik toko "cahaya baru "








Kisah pemilik toko “Cahaya Baru “ (dianggap pengemis karena keterbatasan fisik)

Pemilik toko cahaya baru bernama bpk sugimun yang mempunya keterbatasan fisik .
Dalam hidupnya keterbatasan fisik bukan merupakan penghalang bagi dirinya untuk tetap berusaha dan mecapai kesuksesan , pak sugimun pemilik toko electronic ini sudah mempunyai tiga  toko electronic .
Lelaki yang lahir tahu 1970, di dusun Mojopuro, Magetan, Jawa Timur ini adalah pemillik toko elektronik “Cahaya Baru” di kota trenggalek dan Magetan, Jawa Timur.
Bagi orang Trenggalek , Magetan dan sekitarnya, nama toko itu sudah tidak asing lagi. “Cahaya Baru” dikenal sebagai toko elektronik yang cukup besar. Omsetnya sudah mencapai 150 juta per bulan.
Sugimun memberi nama tokonya dengan “Cahaya Baru”, dengan dimaksudkan untuk mewakili sebuah harapan harapan baru bagi diri dan keluarganya,
Keberhasilan Sugimun seperti sekarang tidak lepas dari usaha dan doa ibunya. Maklum, selain sejak kecil cacat, Sugimun juga lahir dari keluarga miskin. Saking miskinnya, ia tidak sempat mengenyam pendidikan formal. “Sekolah TK saja enggak pernah,” kenangnya.
Perubahan kehidupan Sugimun berawal pada usia 19 tahun. Ketika itu, seorang aparat desa beberapa orang dari Dinas Sosial  datang ke rumahnya. Mereka mengajak Sugimun mengikuti program penyantunan dan rehabilitasi sosial dan penyandang cacat di Panti Sosial Bina Daksa (PSDB) “Suryatama” di kota Bangil, Jawa Timur. Ditempat tersebut Sugimun mengikuti bimbingan fisik, mental, serta pendidikan kejar Paket A.
“Pada awalnya, saya merasa rendah diri karena semua teman saya penyandang cacat memiliki pendidikan formal mulai dari SD, SMP bahkan ada yang lulusan SMA,” kenangnya. Sedangkan dirinya belum mengenal baca tulis.
amun karena tekadnya untuk bangkit dan tidak ingin bergantung pada orang lain, rasa rendah diri itu dibuangnya jauh-jauh. Di Suryatama, ia belajar keterampilan elektronik seperti radio, sound system, kipas angin, televise, dan lain sebagainya.” Katanya.
Setelah dua tahun mengikuti program pelatihan, Sugimun kembali pulang kampung. Namun ia tidak punya aktivitas di desanya. Akhirnya ia mencoba mencari kerja di tempat usaha servis elektronik. Sayangnya, kebanyakan berujung pada penolakan.
Yang menyedihkan, seringkali ia disangka pengemis saat melamar pekerjaan. Ia baru bisa bekerja tatkala seorang teman di Kediri menerimanya sebagai karyawan sebuah bengkel elektronik. Namun karena suatu alasan, tidak sampai satu tahun, ia memutuskan untuk pulang kampung.
Menurut Sugimun, si karyawan mengira dirinya seorang pengemis karena menggunakan kursi roda, “Waktu itu sopir saya sudah duluan masuk show room,” kenang Sugimun tersenyum.
Dan Ia pun mencoba melamar pekerjaan di kota kelahirannya. Lagi-lagi ia kembali mendapatkan penolakan, “Hal ini membawa saya pada kesimpulan bahwa saya harus membuka lapangan pekerjaan untuk bisa bekerja,” katanya.
Dan pak sugimun pun membuka lapangan pekerjaan untuk dirinya dan dapat bermanfaat oleh karyawan-karyawannya .
Suatu ketika Sugimun pergi ke solo untuk membeli mobil. Ketika akan masuk ke sebuah shoowroom mobil, seorang karyawan menghampirinya dan mengulurkan uang recehan kepadanya. Diperlakukan seperti itu Sugimun segera menukas, “Oh, saya bukan pengemis, Mas. Saya cari mobil.”
Tentu saja si karyawan tersebut kaget dan cepat-cepat masuk ke dalam sambil menanggung malu.
Ternyata orang yang dikiranya pengemis adalah seorang pemilik toko yang namnaya sudah melambung tinggi di daerahnya dan mempunyai tiga toko lagi dan meraup omset yang sangat banyak
Dibalik kesuksesannya,Dengan kondisi ekonomi yang serba sulit serta pengalaman yang ditolak berkali-kali membuat Sugimun nekad berusaha sendiri. Berbekal restu sang ibu, tahun 1992 ia menjual perhiasan emas milik ibunya senilai Rp. 15.000,-. Uang tersebut sebagian ia pakai untuk menyewa lapak emperan pasar sayur Magetan. Di tempat yang kecil itu, ia membuka usaha jasa servis elektronik dan menjual isi korek api. Dengan perlengkapan seadanya, setiap hari ia melayani pelanggannya.
Untuk menjalankan usahanya, Sugimun harus berjuang keras. Betapa tidak, jarak perjalanan dari rumah ketempat usahanya sangatlah jauh. Dari desanya yang terpencil, ia harus berjuang menempuh jarak satu kilometer untuk menuju ke tempat mangkal angkutan umum yang akan membawanya ke kiosnya. Belum lagi jarak menuju pasar sayur. Ditambah lagi naik-turun angkutan umum. Bagi orang fisiknya normal, hal itu bukan masalah. Namun bagi Sugimun yang kakinya layuh (lumpuh) akibat polio, terasa berat.
Usahanya itu juga terkadang ramai, terkadang sepi. “Namun, saya tetap yakin Allah Maha Adil, Pengasih dan Pemurah,”katanya.
Dengan penuh ketelatenan dan kesungguhan, Sugimun berusaha meraih kepercayaan para pelanggan, terutama dalam menepati janji. Ia berusaha keras untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Ia juga tidak pelit menjelaskan kepada pelanggannya tentang kerusakan dan onderdil yang harus dibutuhkan, termasuk harga dan kualitas onderdil yang bervariasi. “Ternyata dengan cara seperti itu kepercayaan bisa didapatkan,” katanya.
Kiosnya semakin sering dikunjungi orang. Berarti, kebutuhan akan onderdil elektronik juga meningkat.
Sehingga pencapain kesuksesan dapat terjadi , dan dapat bermanfaat untuk kehidupan pak sugimun ,
Pak sugimun pun bersyukur , betapa maha besarnya ALLAH Swt yang telah memberikan kekurangan pada dirinya serta memberika begitu banyak kelebihan untuk dirinya , dan tetap berusaha dan berdoa untuk mencapai apa yang dia inginkan untuk kehidupannya , dan membahagiakan keluarganya , serta usaha yang dijalankannya meningkat dan terusberkembang.

Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan , cacat fisik bukan berarti kita tidak bisa berusaha dan tetap terpuruk didalam kehidupan dan hanya menerima belas kasih saja , tetapi cacat fisik dapat membuat kita bersyukur dan mau berusaha untuk kehidupan yang kita jalani dan dapat membantu oran lain.


Sumber:
http://pengusahamuslim.com/kisah-sukses-dulu-1831#.UmSzu1M7pqQ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar